FAR Capital Logo

Frugal Living Bisa Bikin Miskin di Masa Depan, Gen Z Wajib Tahu!

Gen Z dikenal sebagai generasi yang tumbuh di era digital dengan akses informasi yang luas. Namun, mereka juga menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat. Harga rumah terus naik, biaya hidup semakin tinggi, dan persaingan kerja semakin ketat. Akibatnya, banyak dari mereka yang mencari strategi bertahan hidup, salah satunya adalah frugal living.

Frugal living atau gaya hidup hemat semakin populer di kalangan Gen Z. Mereka lebih selektif dalam mengatur pengeluaran, membatasi belanja konsumtif, dan fokus pada kebutuhan esensial. Namun, di balik manfaatnya, ada fenomena ekonomi yang disebut paradox of thrift, di mana terlalu banyak orang berhemat justru bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi. Lantas, bagaimana Gen Z bisa tetap berhemat tanpa menghambat ekonomi?

Gaya Hidup Wajib Gen Z?

Di tengah inflasi dan ketidakpastian ekonomi, frugal living bukan hanya tren, tetapi juga menjadi kebutuhan bagi Gen Z. Mereka sadar bahwa boros dan gaya hidup konsumtif hanya akan memperburuk kondisi keuangan. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang mulai mengatur keuangan dengan lebih bijak.

Salah satu strategi yang diterapkan adalah mengurangi pengeluaran tidak perlu. Misalnya, daripada setiap hari membeli kopi di kedai mahal, mereka lebih memilih menyeduh kopi sendiri di rumah. Begitu pula dengan kebiasaan berbelanja, banyak Gen Z yang memilih membeli barang secondhand atau memanfaatkan diskon dan cashback untuk menghemat pengeluaran.

Selain itu, mereka juga lebih memilih menggunakan transportasi umum dibandingkan membeli kendaraan pribadi yang membutuhkan biaya besar untuk bahan bakar dan perawatan. Perubahan pola konsumsi ini menunjukkan bahwa Gen Z mulai memprioritaskan kebutuhan dibanding keinginan. Namun, jika semua orang menerapkan frugal living secara ekstrem, bisa terjadi paradox of thrift yang justru berdampak negatif pada ekonomi.

Efek Samping dari Terlalu Hemat

Meskipun frugal living membawa banyak manfaat dalam pengelolaan keuangan pribadi, ada dampak ekonomi yang perlu diperhatikan, yaitu paradox of thrift. Secara teori, jika terlalu banyak orang mengurangi pengeluaran dan menahan konsumsi, uang yang beredar di pasar akan berkurang. Akibatnya, industri yang bergantung pada konsumsi masyarakat bisa mengalami penurunan pendapatan dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Misalnya, jika banyak orang lebih memilih memasak di rumah daripada makan di restoran, maka restoran akan kehilangan pelanggan. Jika kondisi ini berlangsung dalam jangka panjang, restoran bisa mengalami kesulitan finansial hingga terpaksa menutup usaha dan mengurangi jumlah karyawan. Hal yang sama terjadi pada industri pakaian. Jika terlalu banyak orang membeli barang secondhand daripada produk baru, permintaan terhadap barang baru akan menurun, sehingga toko dan pabrik pakaian mengalami penurunan produksi.

Ekonomi pada dasarnya bergantung pada siklus perputaran uang. Jika semua orang hanya fokus menabung tanpa membelanjakan uangnya, maka permintaan terhadap barang dan jasa akan turun drastis. Dampaknya bisa lebih luas, mulai dari pengurangan tenaga kerja, meningkatnya angka pengangguran, hingga perlambatan ekonomi dalam skala besar. Oleh karena itu, meskipun frugal living adalah strategi yang baik untuk bertahan hidup, penting untuk tetap menjaga keseimbangan agar ekonomi tetap stabil.

Frugal Living yang Seimbang

Agar tidak terjebak dalam paradox of thrift, Gen Z perlu menerapkan frugal living secara lebih cerdas. Caranya bukan hanya sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi juga dengan memilih konsumsi yang tetap mendukung pertumbuhan ekonomi.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mendukung bisnis lokal dan UMKM. Misalnya, daripada membeli kopi di franchise internasional, lebih baik membeli dari kedai kopi lokal. Dengan cara ini, uang tetap berputar di dalam negeri dan membantu bisnis lokal berkembang. Selain itu, memilih produk buatan dalam negeri daripada produk impor juga bisa menjadi langkah kecil untuk mendukung perekonomian nasional.

Frugal living juga seharusnya tidak hanya berfokus pada menabung, tetapi juga mengalokasikan uang untuk investasi. Menabung memang penting, tetapi jika uang hanya disimpan tanpa berkembang, daya beli juga tidak akan meningkat. Oleh karena itu, Gen Z perlu mulai berinvestasi, baik melalui reksa dana, saham, obligasi, properti atau bahkan pengembangan diri. 

So, frugal living memang menjadi strategi bertahan hidup yang relevan bagi Gen Z di tengah situasi ekonomi yang sulit. Namun, jika dilakukan secara ekstrem, bisa menimbulkan efek paradox of thrift yang justru memperlambat pertumbuhan ekonomi. 

Sehingga, penting rasanya untuk bisa memahami kondisi finansial sendiri dengan belajar ilmu keuangan agar setiap keputusan keuangan memberikan manfaat jangka panjang. Salah satu cara untuk belajar adalah dengan memahami konsep Unfair Advantage bersama FAR Capital Indonesia.

FAR Capital Indonesia menyediakan wawasan tentang cara membeli properti dengan strategi yang tepat, memahami risiko keuangan, serta mengoptimalkan penghasilan agar lebih maksimal. Dengan ilmu keuangan yang benar, Gen Z tidak hanya bisa hidup lebih hemat, tetapi juga membangun aset untuk masa depan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Jadi, sebelum mengambil keputusan finansial, tanyakan pada diri sendiri, apakah cara berhemat yang dilakukan sudah seimbang? Apakah uang hanya disimpan atau sudah mulai diinvestasikan untuk masa depan? Dan yang paling penting, apakah sudah memiliki ilmu keuangan yang cukup untuk memastikan keputusan finansial benar-benar membawa manfaat? Karena dalam dunia keuangan, bukan hanya soal hemat, tetapi juga soal mengoptimalkan setiap rupiah agar tetap bertahan dan berkembang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Contact Us.

    +62 821-6262-51517
    FAR Capital Logo
    QUICKLINKS
    Articles
    Office Suite 15-7, Menara 1 Mont Kiara, 50480 Federal Territory of Kuala Lumpur.
    Disclaimer: © 2025 FAR Capital Indonesia. All Rights Reserved.