Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak perempuan di Indonesia yang memilih untuk tidak memiliki anak, atau dikenal dengan istilah “childfree“. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), antara tahun 2019 hingga 2022, jumlah perempuan yang memilih childfree meningkat menjadi 71.000 orang, atau sekitar 8,2% dari perempuan berusia 15 hingga 49 tahun. Fenomena ini mencerminkan pergeseran pola pikir dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan di era modern.
Menjadi childfree bukanlah pilihan yang mudah. Bagi banyak perempuan, keputusan ini adalah hasil dari pemikiran matang dan mendalam. Mereka yang memilih untuk tidak memiliki anak biasanya ingin fokus pada karier dan pendidikan mereka.
Dengan berbagai peluang pendidikan dan profesional yang terbuka lebar, perempuan sering kali merasa bahwa memiliki anak bisa menjadi penghalang bagi perkembangan diri dan aspirasi mereka. Di tengah tekanan sosial dan ekspektasi budaya, pilihan ini sering kali mencerminkan bentuk perlawanan terhadap norma tradisional yang mewajibkan perempuan untuk menjadi ibu.
Selain itu, ada tantangan besar yang datang dari kurangnya dukungan sosial. Tidak semua perempuan memiliki pasangan yang mendukung atau lingkungan kerja yang ramah terhadap ibu. Ketidakhadiran dukungan ini dapat memengaruhi keputusan perempuan untuk menghindari peran keibuannya. Mereka ingin menjalani hidup dengan cara mereka sendiri tanpa merasa terperangkap oleh ekspektasi sosial.
Kesehatan mental dan fisik juga menjadi alasan lain yang tak kalah penting. Proses kehamilan, melahirkan, dan membesarkan anak sering kali diiringi tantangan emosional dan fisik yang besar. Banyak perempuan memilih untuk menjaga kesehatan diri mereka sendiri agar bisa fokus pada kebahagiaan dan kesejahteraan mereka tanpa beban yang berat.
Dalam banyak kasus, faktor ekonomi menjadi alasan paling dominan di balik keputusan childfree. Biaya hidup yang semakin tinggi dan kebutuhan finansial yang kompleks membuat banyak perempuan berpikir ulang tentang keputusan memiliki anak.
Mulai dari biaya kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian hingga biaya pendidikan yang semakin mahal, semua ini membutuhkan perencanaan keuangan yang matang. Banyak perempuan yang merasa belum siap menghadapi beban finansial tersebut, sehingga memilih untuk childfree demi menjaga kestabilan keuangan mereka.
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2022 menunjukkan bahwa 57% perempuan yang memilih childfree tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi formal. Hal ini menunjukkan bahwa banyak dari mereka mungkin bekerja di sektor informal, di mana stabilitas finansial menjadi tantangan tersendiri. Ketidakpastian tersebut membuat banyak perempuan lebih memilih untuk fokus pada pengamanan keuangan dan karier mereka sebelum mempertimbangkan tanggung jawab besar lainnya seperti memiliki anak.
Memilih untuk menjadi childfree memiliki dampak yang luas, baik dari segi pribadi maupun sosial. Di satu sisi, keputusan ini dapat memberikan kebebasan yang lebih besar bagi perempuan untuk mengejar karier, pendidikan, atau proyek yang lebih personal. Dengan tidak memiliki anak, perempuan sering kali dapat mengalokasikan lebih banyak waktu dan energi untuk pengembangan diri dan kontribusi sosial yang mereka inginkan.
Namun, di sisi lain, ada tantangan yang harus dihadapi, termasuk stigma sosial. Di banyak budaya, termasuk Indonesia, perempuan masih sering dipandang sebagai tidak sempurna jika tidak memiliki anak. Selain itu, tidak memiliki anak juga bisa memengaruhi kesejahteraan mereka di masa tua, terutama dalam hal dukungan sosial dan perawatan.
Dari segi ekonomi, menjadi childfree dapat memberikan peluang untuk berinvestasi lebih banyak dalam diri mereka sendiri. Tanpa beban tanggung jawab membesarkan anak, perempuan mungkin dapat fokus pada tabungan, investasi, dan pencapaian tujuan finansial jangka panjang. Namun, keputusan ini juga berarti kehilangan beberapa bentuk dukungan sosial seperti manfaat jaminan sosial yang sering kali diperoleh dari keluarga.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, perempuan childfree harus menghadapi tantangan besar dalam hal stigma sosial. Solusinya sendiri, masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana perempuan dapat menjalani hidup sesuai pilihan mereka tanpa tekanan atau diskriminasi. Hal ini berarti memberikan ruang bagi perempuan untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan, baik mereka memilih menjadi ibu atau tidak.
Lalu, sebagai perempuan penting memberikan kebebasan kepada diri sendiri untuk menentukan pilihan tanpa dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat. Dengan cara ini, perempuan dapat lebih fokus pada kesejahteraan dan tujuan hidup tanpa merasa terbebani oleh opini orang lain.Pada akhirnya, pilihan untuk menjadi childfree karena faktor ekonomi dan lainnya mencerminkan realitas tantangan yang dihadapi perempuan saat ini. Dengan semakin tingginya biaya hidup dan tuntutan keuangan, banyak perempuan merasa perlu menjaga stabilitas sebelum mengambil keputusan besar seperti memiliki anak. So, bagaimana menurut kalian tentang fenomena ini?
