Alasan Angka Pernikahan Turun Drastis, Perempuan Mandiri dan Lelaki Kurang Mapan Menjadi Penyebab!

Pernikahan. Foto: Pexels.com

Angka pernikahan di Indonesia terus menunjukkan penurunan secara signifikan. Pada tahun 2023, jumlah pernikahan tercatat turun sebanyak 128 ribu dibandingkan tahun 2022. Jika di tahun 2022 terdapat sekitar 1,71 juta pernikahan, angka tersebut merosot 11% menjadi 1,57 juta pada tahun 2023. Apa yang menjadi penyebab di balik tren ini?

Apakah tuntutan untuk menjadi perempuan mandiri dan lelaki mapan menjadi penghalang bagi keputusan menikah? Di tengah perubahan zaman serta ekspektasi yang semakin kompleks, kita perlu melihat lebih dalam mengenai tekanan dan tantangan yang dihadapi para lajang saat memutuskan menikah atau tetap melajang.

Faktor dinamika gender dan perempuan mandiri

Perempuan mandiri. Foto: Pexels.com

Salah satu penyebab utama penurunan angka pernikahan adalah perubahan dinamika gender dalam masyarakat modern. Semakin banyak perempuan mandiri yang bekerja sebagai tenaga profesional, yang jumlahnya terus bertambah. Berdasarkan data tahun 2023, sekitar 49,53% perempuan bekerja di bidang profesional, hampir menyamai jumlah laki-laki di sektor tersebut. Namun, di sektor formal, jumlah perempuan yang bekerja masih hanya sekitar 35,57%.

Perempuan mandiri dan profesional kini memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk menjalani kehidupan sendiri, tanpa perlu bergantung pada norma sosial atau tekanan tradisional yang mengharuskan mereka menikah. Mereka cenderung lebih selektif dalam memilih pasangan hidup, dengan mempertimbangkan kesetaraan dalam karier, mentalitas, serta kemandirian finansial. Hal ini menyebabkan banyak perempuan memilih menunggu pasangan yang sepadan dan mampu memberikan keseimbangan dalam kehidupan mereka, meskipun ini bukan hal yang mudah. Tidak semua lelaki memenuhi standar yang dianggap setara tersebut, yang akhirnya menunda keputusan untuk menikah.

Selain itu, banyak perempuan saat ini melihat pernikahan sebagai pilihan yang harus dipikirkan secara matang, bukan keharusan. Mereka cenderung tidak berkompromi dengan pasangan yang tidak dapat memberikan kesetaraan dan dukungan di berbagai aspek kehidupan. Kompleksitas kriteria pasangan inilah yang akhirnya menyebabkan banyak perempuan lebih memilih untuk menunda pernikahan atau tetap melajang.

Tantangan bagi lelaki mapan dalam pernikahan

Kurang lelaki mapan dalam pernikahan. Foto: Pexels.com

Menjadi lelaki mapan di era modern menghadirkan tantangan yang tidak sedikit. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk lelaki mencapai 5,57%, lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini menandakan bahwa persaingan dalam dunia kerja semakin ketat. Ekspektasi terhadap lelaki sebagai ‘tulang punggung’ keluarga pun makin tinggi yang menyebabkan mereka diharapkan memiliki karier yang moncer, keuangan yang stabil, rumah, dan aset lainnya.

Survei dari Indonesia Property Watch (IPW) menunjukkan bahwa harga rumah di perkotaan, khususnya di Jakarta, meningkat rata-rata 5-10% setiap tahunnya. Kondisi ini semakin memperberat beban lelaki yang ingin memenuhi ekspektasi sosial sebagai pasangan yang ‘mapan’. Tekanan finansial ini membuat banyak lelaki merasa belum siap untuk melangkah ke jenjang pernikahan sebelum mencapai stabilitas ekonomi yang diharapkan.

Ketidakmampuan untuk memenuhi standar sosial ini juga memberikan beban psikologis yang besar. Lelaki yang belum mapan sering kali merasa tertekan oleh ekspektasi sebagai pemimpin keluarga yang mampu memberikan kehidupan layak bagi pasangannya. Kondisi ini tidak jarang membuat mereka menunda menikah hingga merasa lebih siap dan stabil secara finansial.

Apakah ini buruk?

Penurunan angka pernikahan sebenarnya tidak selalu mencerminkan hal yang negatif. Justru, hal ini menunjukkan perubahan prioritas di masyarakat modern. Kemandirian dan kebahagiaan individu tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pernikahan. Banyak perempuan yang mandiri dan memilih hidup sesuai keinginan mereka tanpa terikat oleh status pernikahan. Dalam konteks ini, pernikahan dipandang sebagai pilihan pribadi, bukan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi demi norma sosial.

Selain itu, perubahan pandangan terhadap pernikahan ini juga mencerminkan sikap yang lebih bijak dan matang dalam menghadapi kehidupan berumah tangga. Banyak orang kini memilih untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum menikah agar terhindar dari potensi masalah keuangan dan konflik dalam rumah tangga. Tidak sedikit pula pasangan yang memutuskan untuk menunda pernikahan demi mencapai stabilitas finansial dan mentalitas yang lebih baik.

At the end, peningkatan jumlah perempuan mandiri dan tantangan bagi lelaki untuk menjadi mapan hanya sebagian dari gambaran besar penurunan angka pernikahan di Indonesia. Nyatanya, masih banyak alasan lain yang menyebabkan sebagian orang di zaman sekarang memilih untuk menunda melepas masa lajang. Yang jelas, pernikahan kini lebih dipandang sebagai pilihan pribadi yang harus diambil dengan penuh kesadaran, bukan sekadar kewajiban sosial.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Dapatkan Penawaran Menarik dari FAR Capital!
    Newsletter
    Contact
    Email Us
    Copyrights of FAR CAPITAL INDONESIA 2024